..secuil tentang sayaa..

Foto saya
hoooi, nama saya Aisha L. Tamara Jinki Setiawan Yong Dae, tp cukup panggil saya tamie. el juga boleh, ONEW apalagi, hehe. pecinta sepakbola, badminton, korea, novel, musik, SBY, daan segala sesuatu yg asik, seru, serta menyenangkan. yup, sekian ^^

..baca..

..baca..
Aerial by Sitta Karina

..ngupingin..

..ngupingin..
Ring Ding Dong by SHINee
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

26 November 2009

Third Chapter

Annyeong haseyo~
Saya kembaliii, setelah sekian lama menghilang dari peredaran (?) dan kali ini muncul membawa chapter ketiga RFS saya, hohoho. Mian kalo nunggu lama, author disibukkan sama segala macam tetek bengek di sekolahnya, hehe. *berasa banyak yg nungguin* *harus, kalo ngga author nangis darah seember trus mogok kerja setaun*

Oh iya, saya juga mau ngucapin makasih buat temen saya yang tengil abis, Niyul Ucup Wekwek. Hoho. Makasih novelnyaaa, tau aja deh gue pengen itu novel. Tengso Cup! Kaga ape-ape kadonya telat, yg penting utuh en iklas, betul?
Nah, daripada kelamaan, sijak hagetseumnida! ^^
NB: dimohon komen, kritik, saran, apa lah terserah, setelah anda membaca part ketiga dibawah ini.. okeh okeh? pliiiiiiiiis *muka melas* gomaweo chingu :)




-Flashback chapter-
Hyun-In bertemu dengan orang yang menabraknya tiga tahun lalu, Kim Soo-Ki. Sejak pertemuan pertama--setelah tiga tahun--, keduanya sudah sangat akrab, bahkan Hyun-In merasa dia jatuh cinta pada Soo-Ki. Hye-Jin dan Hye-Soo juga merasa lega karena berpikir dari sini babak baru hidup Hyun-In dimulai. Tapi, sebelum babak baru itu bergulir, Rae-Ri muncul kembali di depan Hyun-In meski mereka sama-sama tak mengenali..




Chapter 3

"Hyun-In~a, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu..." nada bicara Hye-Soo berubah serius. Gerakan Hyun-In yang sedang asyik ngemil terhenti.
"Apa?"
Hye-Soo menghembuskan nafas. Ada keraguan yang membuncah di benaknya. Haruskah ia beberkan kenyataan itu sekarang? Bagaimana reaksi Hyun-In nantinya?
"Hye-Soo~a, ada apa? Cepetan dong, aku pingin ke kamar mandi, nih," Hyun-In meringis membuat Hye-Soo yang sudah susah payah menciptakan suasana tegang itu menahan tawa. "Jadi begini yaaaa..." Hye-Soo buka suara. Mata Hyun-In membulat penasaran, membuat Hye-Soo semakin geli.

"Mwooooooo?" teriak Hyun-In gemas, setelah melihat Hye-Soo malah cengengesan. Hye-Soo berdehem sebentar sebelum melanjutkan, "Rae-Ri itu.. sebenarnya dia.. laki-laki.."

"Hah?" Hyun-In melongo dengan sukses.
***

"Kau tidak menceritakannya?" tanya Hye-Jin dengan ekspresi bingung. Hye-Soo mengangguk. "Kenapa wajahmu malah jadi kusut?" balas Hye-Soo. "Tidak.. Aku hanya heran saja.. Aku pikir kau tidak akan sanggup menahan diri untuk tidak membongkar semuanya pada Hyun-In!"
Hye-Soo tertawa. Hye-Jin merengkuh tubuh Hye-Soo lalu menyibakkan anak rambut yang terurai di kening gadis itu.
"Sekarang ini kita masih bisa berkelit, tapi takkan lama. Kau harus siapkan jawaban untuk menangkis serangan pertanyaannya.."
"Tenang saja, aku kan tidak menghadapinya sendirian.." sahut Hye-Soo lalu mencubit pelan hidung bangir Hye-Jin. Hye-Jin termenung sejenak sebelum menjitak kepala kekasihnya itu. "Sialan!" umpatnya lalu tertawa.

Hyun-In menonton adegan itu dari balik dinding pembatas dengan senyum getir. Ia tak bisa mendengar pembicaraan Hye-Soo dan Hye-Jin, tetapi satu hal yang dia tahu, Hye-Soo terlihat begitu bahagia bersama Hye-Jin. Hyun-In iri, karena selama tiga tahun pasca kecelakaan, ia tak pernah bisa merasa sebahagia itu... kecuali saat ada Soo-Ki.

Senyum Hyun-In merekah mengingat sosok pemuda yang mengisi ruang kosong di lubuk hatinya itu. Sejak bertemu Soo-Ki, Hyun-In merasa dirinya komplit, dan utuh. Saat bersama Soo-Ki, Hyun-In merasa lebih bebas menjadi dirinya sendiri. Wajah Soo-Ki, matanya yang bening dan cerdas, senyumnya yang ramah, suaranya yang tegas berwibawa, tawanya yang merdu... Semuanya melekat dalam benak Hyun-In. Mungkin memang dia... Satu-satunya orang yang bisa membuatku merasa sempurna..
***

"Besarnyaaaaa!" seru Hyun-In. Matanya tak bisa berhenti menatap sekeliling gedung yang luar biasa besar dihadapannya. Sekarang ini, Hyun-In dan Soo-Ki sedang berada di halaman utama Seoul National University, universitas paling prestisius di Korea. Dan berkat latar belakang pendidikannya yang memuaskan, Hyun-In berhasil menceburkan diri kesini.

"Luar biasa! Benar-benar universitas yang luar biasa! Kau hebat sekali bisa masuk sini dengan beasiswa!" ujar Hyun-In pada Soo-Ki dengan tatapan takjub yang tulus. Soo-Ki tertawa. "Kau cerdas, Hyun-In ssi. Kau juga berkesempatan mendapatkannya,"
"Oppa bisa saja," gelak Hyun-In. "Tapi.. Gomawo," Hyun-In menyunggingkan senyum yang selalu berhasil membuat Soo-Ki panas dingin. Tiba-tiba...

"Hyun-In ssi?" panggil seseorang. "Rae-Ri hyung?" seru Hyun-In kaget. "Kau.. Bagaimana caranya kau ada disini?"
"Aku? Aku mahasiswa disini," ujar Rae-Ri sambil menyibak rambutnya yang tertiup angin. Gayanya mengingatkan Hyun-In pada Xiah DBSK.
"Kau bersama... Soo-Ki hyung?" Rae-Ri menoleh ke arah Soo-Ki dan mengulurkan tangan pada seniornya itu. Soo-Ki tersenyum lalu membalas uluran tangan Rae-Ri. "Hyun-In ssi, kau juga kuliah disini? Ambil jurusan apa?" tanya Rae-Ri antusias.

Hyun-In mengangguk. "Aku mengambil jurusan Korean Culture. Sayangnya aku tidak bisa bareng Soo-Ki oppa, dia mengambil jurusan Korean Philosophy.."
"Kau tidak bareng Soo-Ki hyung, tapi kan bareng aku.. Aku juga ambil Korean Culture," Rae-Ri nyengir. Hyun-In membelalakkan mata, kaget bercampur lega. "Oh, syukurlah! Aku tidak benar-benar sendirian, dong!"
Soo-Ki sedikit terkejut mendengar jurusan yang diambil Rae-Ri, dan tiba-tiba saja muncul sebersit rasa cemburu di dadanya, namun masih bisa ia tahan. Ia berusaha berpikir positif bahwa Hyun-In dan Rae-Ri hanya akan menjadi teman satu fakultas.. yang akan menghabiskan sebagian hari bersama...

~~Butterfly, neoreul mannan chut sungan~~ Nooni beonjjeok meori ssal, belli ding dong oolleosseo~~
Ringtone ponsel Soo-Ki berbunyi heboh. "Permisi," Soo-Ki pamit untuk menerima telepon. "Jeoseumnida," sahut Hyun-In dan Rae-Ri berbarengan.

Beberapa saat kemudian, Soo-Ki kembali dengan wajah menyesal. "Hyun-In ssi, jeongmal mianhae. Aku harus pergi sekarang juga, padahal urusanmu disini belum selesai. Aku tidak bisa mengantarmu pulang.. Bagaimana, ya?"
Hyun-In cemberut. Waduh, gawat kalau dia harus pulang sendiri pakai angkutan, bisa-bisa tengah malam nanti dia baru sampai rumah. Hyun-In memang jadi lupa total pada jalanan Korea setelah hidup tiga tahun di Paris.
"Hm, baiklah, algesseoyo. Nanti aku bisa minta dijemput Hye-Soo," Hyun-In tersenyum menenangkan.
"Tidak usah, bareng aku saja! Kita searah kok," tiba-tiba Rae-Ri nimbrung. "Mwo?" ulang Soo-Ki sambil memicingkan matanya curiga. "Dengar ya namdongsaeng. Aku tidak akan membiarkan yodongsaeng-ku ini pergi bersama orang yang baru dikenalnya. Berbahaya, tahu!"

Rae-Ri tertawa pelan. "Tenang hyung, aku benar-benar hanya ingin mengantarnya pulang. Tak ada maksud lain, sumpah!" Rae-Ri mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya bersamaan. Soo-Ki menghela nafas, menoleh pada Hyun-In. "Goenchanayo, Hyun-In ssi?"
Hyun-In mengangguk. "Goenchanayo, Oppa. Percayalah, aku akan pulang dengan selamat."
Akhirnya, walau setengah hati, Soo-Ki mengizinkan Rae-Ri mengantar Hyun-In pulang.
***

Malamnya...
Sudah nyaris satu jam Soo-Ki menunggu di seberang jalan apartemen Hyun-In, tapi belum juga ada tanda-tanda gadis itu tiba. Soo-Ki gelisah, terlebih ponsel Hyun-In tidak aktif. Pasti mati, Soo-Ki ingat betul Hyun-In mengeluh ponselnya lowbat ketika ia mengantarnya ke SNU tadi pagi.

Tepat satu jam, akhirnya Hyun-In muncul. Wajahnya terlihat sangat lelah, namun tersirat gurat-gurat rasa puas. Entah apa yang dilakukan Hyun-In dan Rae-Ri seharian tadi. Soo-Ki memukul setir mobilnya, meluapkan sedikit emosi yang mendadak menggelegak memenuhi kepalanya. Kali ini, sangat terasa, bahwa kehadiran Rae-Ri akan menjadi jembatan pemisah antara Hyun-In dan dirinya, yang bahkan terekat pun belum...

=TBC, TBC=




Jah, panjang bener yak? Kesepuluh jari saya langsung seksi inih, dipake mijetin kibor mulu dari tadi, hoho *apaan sih ni bahasa, norak banget*
Udah ye, saya pamit dulu.. ditunggu komennya, awas deh kalo lupa.. *mamerin bogem ala preman tanah abang*

11 November 2009

Second Chapter

Annyeong haseyo~ ^^

Sebelumnya saya minta maaf sedalam samudra karena lambreta nge-post cerita ber-chapter ini. Miaaan, soalnya ada tiga proyek sekaligus yang kejar tayang menunggu saya, dan saya bingung mesti ngerjain yg mana duluan ^^; *akhirnya dikerjain barengan, dan selesainya sama-sama... lama :p*
Nah, untuk mempersingkat waktu, sijak hagetseumnida (mari kita mulai) chapter kedua cerita saya.. Mian kalo geje, tidak memuaskan, dan kekurangan lainnya. Makanya kasih saran!

***

=Flashback chapter=
Hyun-In kembali ke Korea setelah tinggal di Paris selama tiga tahun bersama sahabatnya, Han Hye-Soo. Tiga tahun yang lalu ia mengalami kecelakaan cukup parah dan membuatnya amnesia. Baru beberapa jam ia menginjakkan kaki di Korea, dia sudah dipertemukan oleh seseorang... dari masa lalunya...


Chapter 2

"Kau!!?" seru Hyun-In dan orang itu bersamaan. "K.. kau? Hyun-In ssi?" tanyanya agak gugup. Seketika rona wajahnya berubah. Hyun-In mengangguk. Memorinya memutar bayang-bayang hitam putih tentang sosok pemuda di hadapannya ini. Tidak bisa.. Terlalu samar.. Hyun-In tak bisa mengingatnya walau yakin pernah bertemu orang ini sebelumnya.

"Masih ingat padaku?" tanya pemuda itu sambil menyibakkan rambutnya yang dicat kemerahan. Hyun-In mengerutkan kening, lalu menggeleng pasrah. "Mian, tapi ingatanku belum benar-benar pulih setelah kecelakaan yang kualami tiga tahun lalu. Aku yakin pernah melihatmu tapi aku sungguh-sungguh tidak ingat.."

Pemuda itu menampilkan ekspresi terkejut. "Jamsiman gidariseyo. Jangan bilang kau..."
Hyun-In mengangguk. "Ya, aku memang amnesia."
"Astaga!" pekiknya. "Je.. Jeongmal mianhae! Ya Tuhan, aku tidak menyangka sudah membuat seorang gadis amnesia! Maafkan aku, aku tak sempat menengok atau menanyakan kabarmu karena ada tugas penting yang harus kulakukan. Kabar terakhir yang kudengar kau sudah pergi ke Paris. Dan dari situ, aku kehilangan kontak...."

Hyun-In bengong mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur cepat bagai petasan dari mulut pemuda ini. Dan tampaknya, pemuda ini tahu apa yang dipikirkan Hyun-In. "Nae iremen Kim Soo-Ki imnida," katanya sambil mengulurkan tangan. "Yang... dengan tidak sengaja, menabrakmu tiga tahun lalu. Kasarnya, aku yang sudah membuatmu amnesia.."

Tangan Hyun-In yang sedang menjabat tangan hangat Soo-Ki mendadak terhenti. "Jadi.. Kau yang menabrakku?" tanyanya memastikan. Soo-Ki mengangguk. "Aku berusaha bertanggung jawab sebisaku, dengan membawamu ke rumah sakit dan membayar semua biaya pengobatanmu. Tapi sumpah, aku masih merasa bersalah karena aku belum sempat bicara langsung denganmu.."

Wajah kaget Hyun-In kembali cerah. "Sudahlah, lupakan. Itu sudah tiga tahun yang lalu, kan? Dan aku sudah memaafkanmu, tentu saja."
Soo-Ki melongo. "Yang benar? Kau tidak marah?"
Hyun-In tertawa. "Kenapa aku harus marah? Aku bisa membunuhmu disini kalau aku mau, tapi dengan syarat kau bilang bahwa kau menabrakku karena ingin menghilangkan nyawaku!"
Soo-Ki ikut tertawa, sebuah tawa lega. Tiba-tiba saja ia merasa nyaman berada di dekat Hyun-In, begitu juga sebaliknya.

"Ngomong-ngomong," Hyun-In memulai pembicaraan baru. "Bagaimana caranya kau masih ingat nama dan wajahku? Setelah tiga tahun berlalu, aku yakin banyak perubahan yang terjadi padaku."
Soo-Ki tersenyum. "Aku ingat gelang perak yang melingkar di tangan kananmu. Dan.. Aku memang langsung mengenali wajahmu, karena bagiku wajahmu masih sama dengan tiga tahun yang lalu!"
Hyun-In tertawa pelan. "Mwo? Kalau begitu aku harus memuji ingatanmu, Tuan!"
Soo-Ki tersenyum. "Anio, anio. Tidak susah kok mengingat wajahmu, karena kau.. Cantik.."

Wajah Hyun-In langsung merona mendengarnya. Ia buru-buru menunduk tapi Soo-Ki sudah melihat semburat itu. Soo-Ki langsung tertawa berderai dan Hyun-In baru sadar betapa merdu suara tawa pemuda itu. "Aku serius!" ujarnya sambil mengacungkan dua jari.
"Sudah sudah! Bisa terbang hidungku kalau kau puji aku lagi!" sergah Hyun-In setengah tersipu. Soo-Ki meredam sisa tawanya dan tersenyum lebar, membuat jantung Hyun-In jadi heboh sendiri. Senyum itu.. Ramah dan sangat bersahabat, membuat kesannya tinggi di mata Hyun-In.
Ah, apa secepat itu aku jatuh cinta?

"Wah, sudah sore.." gumam Soo-Ki sambil menengadahkan kepalanya ke langit. "Sebaiknya kau pulang, Nona. Biar kuantar, ya?"
Hyun-In menggeleng. "Apartemenku tidak jauh, kok. Nanti malah merepotkanmu.."
Kali ini giliran Soo-Ki yang menggeleng. "Tidak. Membiarkan seorang gadis berjalan sendirian sore-sore begini beresiko, tahu. Kalau kau kenapa-napa, aku tak mau dituduh jadi tersangka!"
Hyun-In tertawa renyah mendengarnya, membuat jantung Soo-Ki serasa berhenti berdetak. Jantungnya berdesir tatkala melihat wajah Hyun-In berkilat temaram terkena bias matahari senja. Apa iya aku jatuh cinta padanya?
"Baik, baik. Aku menyerah. Ayo!"
***

Di apartemen Hyun-In...
"Kemana sih anak ituuuu!?" geram Hye-Soo sambil menghentakkan kakinya, cemas. Sejak sejam lalu ia berusaha menghubungi Hyun-In yang secara ajaib menghilang dari apartemennya tanpa kabar. Dengan keadaan Hyun-In yang baru pulang dari luar negeri dalam keadaan amnesia, siapa yang tidak cemas?

"Apartemen kosong, tidak ada catatan, telepon tidak diangkat.. Aduuuh, dimana sih anak itu? Kalau muncul akan ku..."

"Hye-Soo? Hye-Jin? Sudah lama, ya?" suara Hyun-In yang ceria muncul memecah kekhawatiran Hye-Soo, dan kantuk Hye-Jin yang kelelahan berdiri di depan pintu. "Hyun-In~a??!!" Hye-Soo berlari menghampiri Hyun-In dan langsung menjitak kepala gadis itu sampai meringis kesakitan.

"DARIMANA SAJA KAU, HAH!!?"
Hyun-In mengusap-usap kepalanya. "Itta, Hye-Soo~a! Aku kan cuma jalan-jalan sebentar.."
"Itta? Ada, katamu? Ada dimana? Kalau kau ada, aku tak akan mencemaskanmu, tahu!"
"Hyun-In ssi, ini saputanganmu terting..."

Hye-Soo bengong melihat sosok pemuda luar biasa ganteng berdiri dan wajah pemuda itu langsung berubah kikuk melihat Hyun-In sedang disidang. "Ah, gomaweo!" Hyun-In menghampiri Soo-Ki dan meraih saputangannya, membiarkan Hye-Soo terpaku di tempat dan Hye-Jin cemberut ngambek. "Aku pulang dulu, ya. Sepertinya aku mengganggu. Annyeong haseyo, Hyun-In ssi. Nae-il tto mannayo!"

Hyun-In melambaikan tangan dan menunggu hingga Soo-Ki hilang di pintu lift. Ketika ia berbalik, Hye-Soo sudah berdiri di belakangnya dengan mata berbinar. "Ceritakan padaku siapa dia!!" jeritnya antusias.
***

Hyun-In menceritakan semuanya dengan wajah sumringah. "Oh, aku sungguh tidak menyesal dia menabrakku karena dia begitu baiiiiik!" Hyun-In mengakhiri ceritanya.
"Dan tampan," tambah Hye-Soo sambil melempar bantal kursi ke arah Hyun-In. Hyun-In tertawa. "Hei, sudah, Hye-Soo~a. Pacarmu ngambek tuh!" bisik Hyun-In lalu cekikikan. Hye-Soo menoleh dan menjulurkan lidah ke arah Hye-Jin. "Kau tahu aku tak akan selingkuh darimu, kan?"

"Hei hei, lanjut.." Hye-Soo kembali serius pada Hyun-In. "Jadi ceritanyaaa, kau sudah jatuh cinta padanya nih?"
Hyun-In tersentak, wajahnya langsung memerah. "A.. Aku.."
"Katakan ya saja, aku setuju kalau dia bersamamu! Ketimbang si..." Hye-Soo menggantung kalimatnya ketika sadar ada sesuatu yang tak bisa diungkapkannya.
"Ketimbang siapa?" kejar Hyun-In penasaran.
"Monyet!" jawab Hye-Soo asal.
"SIALAAAAAAN!" Hyun-In menimpuki Hye-Soo dengan sebal.
***

TING TONG!
Suara bel pagi itu mengejutkan Hyun-In yang sedang asyik sarapan sendirian. Untung udah mandi! batin Hyun-In sambil berjalan menuju pintu, mengira-ngira siapa yang datang ke apartemennya sepagi ini.
"Ah, annyeong haseyo!" Soo-Ki membungkuk ramah. "A-annyeong haseyo," balas Hyun-In sambil tersenyum. "Angin apa yang membawamu datang kesini pagi-pagi?" tanya Hyun-In heran setelah menyilahkan Soo-Ki masuk. Pemuda itu terlihat charming dengan celana jeans hitam dan T-Shirt abu-abu, sebenarnya sederhana tapi sangat pas dipakai Soo-Ki.

"Angin ini!" Soo-Ki menunjukkan dua tiket gratis sebuah taman hiburan termahal di Korea. "Mwo?" Hyun-In bengong tak percaya. "Aku sengaja mengajakmu pagi-pagi supaya kita puas mengelilingi taman hiburan itu. Kau tahu kan, taman itu besar sekali? Jangan menolak karena kau adalah orang penting yang kupilih!"

Lalu tanpa menunggu jawaban Hyun-In, Soo-Ki langsung menggeretnya menuju lapangan parkir dan menyuruhnya masuk mobil.
***

Hye-Soo~a, aku pergi bersama Soo-Ki, dan mungkin menghabiskan waktu seharian. Nanti malam kau menginap di apartemenku, ya? Aku mau bercerita banyak! ^^

Hye-Soo tersenyum membaca SMS itu. Ia senang karena Hyun-In terlihat begitu bahagia sejak pertemuan pertamanya dengan Soo-Ki. "Apa tidak terlalu cepat?" tanya Hye-Jin yang mengintip membaca SMS itu dari belakang pundak Hye-Soo. Hye-Soo menghembuskan nafas. "Mungkin ya, tapi sepertinya mereka benar-benar jatuh cinta. Tak apalah, asal Hyun-In bahagia.. Dan.. Pemuda itu tidak seperti Rae-Ri.."
Hye-Jin mengangguk setuju. "Dengan hadirnya Soo-Ki, aku harap Hyun-In dan Rae-Ri bisa tutup buku.."
"Apa Hyun-In tak akan mengingat kembali tentang Rae-Ri?" tanya Hye-Soo.
"Pasti ingat, tentu saja. Tapi kalau dia sudah menemukan cinta baru, kenapa dia harus mengingat masa lalunya yang pahit?"
***

Seharian ini Hyun-In benar-benar melepaskan seluruh kepenatan dalam dirinya, dengan menikmati semua wahana yang disediakan taman hiburan itu. Soo-Ki sendiri sudah puas melihat binar-binar keceriaan yang terpancar di wajah Hyun-In. Entah mengapa, melihat wajah cerah Hyun-In saja sudah membuatnya sangat bahagia. Mungkin karena aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya...

"Oppa, terima kasih banyak untuk semuanya.. Aku benar-benar menikmati hari ini!" ujar Hyun-In riang. Ia lalu mencium pipi Soo-Ki yang duduk disampingnya. Dapat ditebak, tubuh Soo-Ki mengejang, tapi ia langsung dapat menguasai dirinya. Soo-Ki mengelus-elus kepala Hyun-In dengan lembut. "Cheonmanneyo, aku senang melihatmu gembira!"

"Tapi.. kenapa kau mengajakku? Kita kan baru kenal?"
Soo-Ki mengangkat bahu. "Saat menerima tiket ini, hanya namamu yang terlintas di kepalaku. Yah, kuanggap itu sebagai isyarat bahwa memang kau yang harus kuajak kesini!"

Hyun-In tertawa kecil, menutupi dirinya yang sebetulnya benar-benar tersipu malu. Dalam hati, ia mengakui ia memang jatuh cinta pada Soo-Ki.

"Hyun-In ssi, aku ke kamar kecil dulu, ya?" pamit Soo-Ki. Hyun-In mengangguk. Soo-Ki ngacir mencari kamar kecil dan Hyun-In berjalan-jalan sendirian.

Tiba-tiba Hyun-In melihat seorang pemuda sedang jongkok membereskan bawaannya yang terjatuh, sepertinya ia ditabrak tadi. Hyun-In menghampiri pemuda itu dan tanpa sungkan membantunya.

"Eh? Apa yang kau lakukan?" tanya pemuda itu bingung.
"Membantumu, tidak lihat?" sahut Hyun-In cuek. Dengan cekatan, barang-barang milik pemuda itu ia ambil dan ia rapikan sekaligus. Hyun-In tersenyum puas melihat raut kagum dari pemuda di depannya.

"Kamsahamnida.. Ehm, iremen moya?" tanyanya sambil memasukkan barang-barangnya kembali ke tempatnya.
"Hyun-In imnida," jawab Hyun-In sambil tersenyum.
"Nae iremen Rae-Ri imnida," pemuda itu mengulurkan tangan dan disambut hangat oleh Hyun-In.
"Ne. Manasoe banggap seumnida!" sahut Hyun-In. Dalam beberapa detik saja, Rae-Ri sudah menyukai pribadi Hyun-In yang ramah dan sopan.

"Hyun-In ssi!" seseorang memanggil Hyun-In. Hyun-In menoleh dan dilihatnya Soo-Ki berjalan ke arahnya dengan wajah lega. "Aku pikir kau hilang! Untung kau tidak jauh!" ujarnya lalu mencubit pipi Hyun-In dengan gemas. Hyun-In mengaduh sementara Rae-Ri hanya tersenyum tipis melihat pemandangan di depannya.

"Mian, mian.. Aku kan memang tidak bisa diam!"
"Kali ini aku ampuni. Ayo kita pulang sekarang!"
"Aku pulang dulu ya! Daeme to bebgetseumnida!"
Soo-Ki menggamit lengan Hyun-In setelah gadis itu melambaikan tangan dan mengucapkan sampai jumpa pada Rae-Ri.
***

Hye-Soo nyaris pingsan tersedak mendengar cerita Hyun-In saat ia mengatakan ia bertemu dengan seorang pemuda bernama Rae-Ri, membuat Hyun-In kebingungan. "Memang ada yang salah dengannya?" tanyanya heran.
Hye-Soo yang baru saja berhasil meredakan batuk-batuknya menatap Hyun-In dalam-dalam. "Aku harus menceritakan sesuatu padamu..." katanya serius.

=TBC, TBC=

Hayooo, apa Hye-Soo bakal langsung membeberkan kenyataan yg dia sembunyikan? Gimana kelanjutan kedekatan Hyun-In sama Soo-Ki? Gimana juga kabar Rae-Ri yang langsung 'kena' sama Hyun-In di pertemuan pertama mereka? Temukan jawabannya di chapter selanjutnya. Sabar yaaaaa ^^

24 Oktober 2009

~~My 1st Roman Fiction Story~~

Hooi ^^ Ane muncul lagi, huehehehe. Kali ini mah mau berbagi draft story-story-an ajalah, ketimbang nggak ada bahan. Kan kasian ini blog bulukan tanpa berita dan kabar yang jelas..
Mian kalo jelek, mian kalo tidak memuaskan karena motto saya 'yang penting saya puas. anda tidak puas ya terserah'. Mian kalo jalan ceritanya kurang greget. Mian kalo kepanjangan, mian kalo saya lupa meneruskan cerita ini, HUAHAHAHA
=reader: huuuu! *gaplok author pake tomat*=
=author: heh! kurang ajar lo semua! *ngumpet di punggung onew*=
Oke, let's begin!
***

If I Can... (Part 1)


Awal Februari 2006...
"Kapan aku pernah bilang padamu bahwa aku memiliki perasaan untukmu!?" bentak Rae-Ri kasar sambil merenggut ranselnya dan melangkah lebar-lebar. Ia mendorong bahu Hyun-In dengan kasar hingga gadis itu nyaris terpelanting dengan jarak sejuta mil ke planet Uranus *halah*.
Hyun-In tertunduk. Malu, tak enak hati, sekaligus sakit. Ternyata seluruh curahan perhatiannya pada Rae-Ri selama ini sia-sia belaka. Semua harapan yang dirajutnya untuk pemuda tampan pujaan sejuta umat ini kandas begitu saja. Apa yang telah ia lakukan untuk Rae-Ri tak berarti lebih dari sekedar onggokan sampah di pojok ruangan.

"Setelah semua yang telah aku lakukan untukmu..." desis Hyun-In pasrah. Rae-Ri menghentikan langkahnya, berbalik dan kedua lengan kekarnya mencengkram bahu Hyun-In kuat-kuat, memaksa gadis itu menatap mata elangnya. "Perhitungan sekali kau!" bentaknya menggelegar. "Lalu apa maumu?! Memintaku mengembalikan semua jasa-jasamu? Cih! Dengar ya, Song Hyun-In," Rae-Ri mengangkat wajah Hyun-In dan menatap luruuuuuuus selurus jalan tol ke dalam mata bening Hyun-In. "Kau telah melakukan kesalahan besar dalam mengartikan perilakuku padamu! Aku sama sekali tak memiliki perasaan padamu dan tak akan pernah sampai kapanpun! Aku bersikap baik padamu hanya sebagai teman, atau lebih tepatnya aku memanfaatkanmu!! Jelas?! Aku memanfaatkanmu! Jadi sekarang pergilah dari kehidupanku karena aku tak membutuhkanmu lagi!!"

Hyun-In terperanjat mendengarnya. Jantungnya serasa mencelat dan pergi entah kemana. Hatinya hancur berkeping-keping, runtuh tanpa sisa. Ja.. Jadi? batinnya meronta mendengar penjelasan Rae-Ri. Ya Tuhan.. Pemuda yang setengah mati membuatku jatuh cinta ternyata.. Begini pembalasannya?

Hyun-In berlari meninggalkan Rae-Ri dengan beruraian air mata. Sakit.. Jiwa Hyun-In seolah terbang bersamaan dengan serpihan hatinya. Ia seperti sudah tidak punya nyawa.

"Pergi sana," ujar Rae-Ri culas lalu membenahi kerah jaketnya. Ia berjalan pergi tanpa perasaan bersalah sama sekali.
***

Seminggu kemudian...
Sudah tujuh hari ini Hyun-In seperti mayat hidup. Ia berkegiatan tanpa gairah, tanpa semangat. Padahal, siapapun tahu Hyun-In adalah tipe pekerja keras yang pantang menyerah. Hal ini membuat Hye-Soo, sohib Hyun-In sejak SD khawatir setengah mati.

"Hyun-In, kau yakin mau pulang sendiri?" tanya Hye-Soo khawatir. Hyun-In mengangguk tanpa ekspresi. "Aku ingin sendirian. Aku ingin menelan masalah ini sendiri tanpa melibatkan kalian. Gamsahae untuk bantuanmu dan Hye-Jin, tapi sungguh, aku benar-benar ingin sendiri.."

Lalu tanpa dikomando lagi, Hyun-In segera berjalan--setengah berlari--meninggalkan Hye-Soo. "Hei, Hyun-In!" seru Hye-Soo dan berniat mengejar tapi langkahnya terhenti saat sebuah tepukan pelan mendarat di bahunya. "Hye-Soo, sudahlah. Dia memang butuh waktu untuk sendirian," kata Hye-Jin, kekasih Hye-Soo *ciyeee!* lembut. Hye-Soo mendesah pasrah. "Baik, kita pulang sekarang. Nanti sore kita ke apartemen Hyun-In, ya?"
Hye-Jin mengangguk sambil mengelus kepala Hye-Soo. Keduanya lalu berjalan ke arah parkiran sekolah dan Hye-Jin bersiap menyalakan motornya.
=author: hh.. mereka romantis sekali..=
=reader: jyaaaa, author lebay!=
***

Hyun-In berjalan sambil menunduk. Luka besar di relung hatinya masih menganga lebar dan terus menerus mengeluarkan darah. Kejadian itu sudah berlalu tujuh hari, tapi rasanya baru saja terjadi. Percuma saja berusaha melupakan Rae-Ri karena sekuat apapun ia berusaha, hanya air matanya yang menjawab. If I can... batin Hyun-In merana.

Kaki Hyun-In melangkah terseret saat menyebrangi jalan besar di depan sekolahnya. Baru saja beberapa langkah ia berjalan...
"HYUN-IN!! AWAAAAAAAS!" terdengar teriakan panik Hye-Soo dari kejauhan. Hyun-In menoleh ke arah sahabatnya dan feelingnya mengatakan sesuatu yang buruk. Ketika kepalanya bergerak ke kanan... sebuah mobil Ferrari merah mengilat menubruknya tanpa ampun dan melempar tubuhnya hingga dua ratus meter dari tempatnya berdiri. Kepala Hyun-In terbentur keras di trotoar. Darah segar mengalir dari kepalanya. Hanya beberapa detik setelahnya, Hyun-In tak sadarkan diri.

"HYUN-IN!" jerit Hye-Soo histeris. Ia melihat dengan jelas bagaimana mobil bagus (tapi sialan) itu menabrak sahabat baiknya. Ia berlari menghampiri Hyun-In dan menangis terisak sambil mengguncang-guncang tubuh sahabatnya itu. "Hyun-In! Demi Tuhan, bangunlah, Hyun-In! Hyun-In!"
"Hye-Soo, sekarang kita harus membawanya ke rumah sakit, berhentilah menangisinya! Dia bisa kehabisan darah!" Hye-Jin berusaha menenangkan Hye-Soo.
"Panggil pengendara bodoh yang menabrak Hyun-In! Aku harus membuat perhitungan dengannya!" geram Hye-Soo. Hye-Jin mundur teratur dan bergegas memaksa pengendara Ferarri merah tadi turun.
"Mi.. Mianhae! Jeongmal mianhae! Aku.. sumpah, aku tidak sengaja!" seorang pemuda yang usianya kira-kira tak jauh dari Hye-Soo dan Hye-Jin membungkuk-bungkuk minta maaf. Dari wajahnya yang juga pias, Hye-Soo tahu dia benar-benar tidak sengaja.
"Bawa dia ke mobilku, kita bawa ke rumah sakit sekarang! Aku yang tanggung semua biaya perawatannya!" ujarnya dan tanpa menunggu jawaban ia segera membopong tubuh langsing Hyun-In ke kursi belakang mobilnya.
***

Di rumah sakit...
Hyun-In kritis. Keadaannya buruk setelah kehilangan begitu banyak darah dan luka parah di kepalanya yang kata dokter berpusat di salah satu syarafnya. "Bisa bertahan hidup saja sudah bagus..." kata-kata dokter itu membayangi benak Hye-Soo. Tanpa terasa air matanya kembali mengalir. Ia hanya punya satu harapan tersisa.

"Dia tidak mau dan tidak peduli," dengus Hye-Jin sambil membanting flap ponselnya. "Hye-Soo sayang, kenapa sih kau begitu memaksakan diri untuk memberitahu Rae-Ri? Walaupun aku teman seprofesinya, bukan berarti dia mau mendengar perkataanku!"
Hye-Soo menarik nafas panjang. "Setidaknya kalau ada Rae-Ri, Hyun-In memiliki semangat untuk terus hidup.."
Hye-Jin menghembuskan nafas berat, lalu memeluk kekasihnya yang mulai meneteskan air mata itu. "Saranku, kalau nanti Hyun-In sadar, lebih baik kau jangan membahas Rae-Ri. Bantu dia melupakan Rae-Ri. Kalau perlu, selamanya! Terus berada dalam bayang-bayang Rae-Ri bukan hal yang bagus untuk sahabatmu. Kasihan dia, aku tak tega melihat dia dicampakkan Rae-Ri.."
Hye-Soo terperangah. "M.. Mwo? Bagaimana caraku melakukannya? Hyun-In kan cinta mati sama Rae-Ri, aku tak mungkin membuatnya melupakan Rae-Ri begitu saja!"
"Gunakan cara apa saja! Kau sebagai sahabatnya tentu tahu apa yang harus kau lakukan. Satu lagi, bawa dia jauh-jauh dari Korea. Tidak apa-apa kalau aku harus sendirian disini. Asal kita bisa menjaga komunikasi, aku tidak keberatan.."

Hye-Soo semakin terperangah mendengarnya. "Hye-Jin, kau sadar tidak sih pada apa yang kau katakan!?" tanyanya gusar. Hye-Jin mengangguk mantap. "Hye-Soo, tadi orangtua Hyun-In memberikan dan dua beasiswa SMA di Paris. Kata orangtuanya, Hyun-In bisa menjalani perawatan di Paris sekalian menyelesaikan SMA. Aku pikir, kau memang paling pantas ada disana karena kau adalah sahabat perempuan Hyun-In dan kau juga sangat ingin sekolah di Paris, benar kan?"
"Ta.. Tapi..."
"Ssst," Hye-Jin meletakkan telunjuknya di bibir Hye-Soo. "Sudah, lakukan saja. Ini jalan terbaik,"

Tiga hari kemudian Hyun-In dan Hye-Soo berangkat ke Paris dengan pesawat pribadi orangtua Hyun-In.
=reader: huuuu, author sombooong!=
=author: aah, diem lu!=
***

Sekarang, akhir September 2009
Hyun-In menarik nafas dan menghembuskannya dengan lega. "Gila! Pantatku kempes duduk terus di pesawat!" guraunya sambil mendorong trolley berisi koper. Hye-Soo disampingnya tertawa. "Bagaimana rasanya kembali ke Korea, Hyun-In?"
"Seruu! Rasanya aku kangen sekali pada negara ini, padahal aku tak ingat banyak. Hei, aku tak sabar mencoba hanbok yang kau tunjukkan padaku di Paris! Nanti kau bantu aku memakainya ya!"
Hye-Soo hanya tersenyum simpul melihat betapa antusiasnya Hyun-In. Semoga saja semuanya berjalan semulus yang kuharapkan, doa Hye-Soo dalam hati.

Hye-Soo melambaikan tangan saat melihat Hye-Jin di boarding room dan segera berlari memeluknya. "Ya Tuhan.. aku kangen sekali padamu.." bisik Hye-Jin di telinga Hye-Soo yang mendekapnya erat-erat. "Aku juga! Kau pikir bagaimana rasanya menghabiskan tiga tahun berpisah sekian juta kilometer dari pacarmu!?"
Hye-Jin tertawa dan mengacak rambut Hye-Soo. "Hyun-In.. bagaimana?" tanya Hye-Jin melihat Hyun-In yang sibuk mengamati berbagai suasana di depannya seolah ini adalah pertama kalinya ia datang ke Korea. "Dia tidak akan mengingat apapun tentang Rae-Ri. Karena dia sekarang... amnesia..." ujar Hye-Soo membuat Hye-Jin terkesiap.
***

"Hyun-In, ini apartemenmu, kau ingat kan?" tanya Hye-Soo sambil merangkul pundak Hyun-In. Hyun-In mengangguk kecil. "Samar, tapi aku ingat kok. Trims ya Hye-Soo, Hye-Jin," ujar Hyun-In seraya menyunggingkan senyum. Hye-Jin terbelalak. "Kau ingat aku, Hyun-In?" tanyanya agak tidak percaya. Hyun-In tertawa. "Aku tidak amnesia total, jadi aku ingat padamu! Apalagi, setiap hari kau selalu mengontak Hye-Soo, kan?"
Hye-Jin tertawa juga. "Bagus deh, aku marah nih kalau kau tidak ingat pacar sahabatmu sendiri! Nah, sekarang istirahatlah, kau pasti lelah. Nanti malam aku dan Hye-Soo berkunjung lagi kesini,"
Hyun-In mengangguk. "Sekali lagi terima kasih banyak ya, kalian adalah dua sahabatku yang paliiiiiing baik sedunia!"
Tidak berapa lama kemudian, Hye-Soo dan Hye-Jin pamit. Hyun-In masuk ke apartemennya, mengamati setiap jengkal ruangan di dalamnya. Setelah kepalanya agak pusing karena terlalu dipaksakan, Hyun-In memutuskan untuk mandi dan berjalan-jalan sebentar.

Hyun-In melangkahkan kakinya dengan riang menyusuri jalan setapak tak jauh dari apartemennya. Tiba-tiba saja seseorang menabraknya dari belakang hingga ia terjerembab jatuh. "Aduh!" pekiknya terkejut.
"Mi.. Mian, aku tidak sengaja!" orang yang menabrak Hyun-In membantunya berdiri dan tersenyum lega melihat Hyun-In tak apa-apa. "Gwenchana?" tanyanya. "Ne. Gwenchana," sahut Hyun-In sambil membersihkan pasir yang menempel di tangannya.

Ketika Hyun-In mengangkat kepala, ia dan orang itu sama-sama terkejut. "Kau??!" seru mereka bersamaan.

=TBC, TBC, TBC=

Ottoke? Failed? Maap kemampuan saya baru segini doang. Ditunggu krisarnya, biar kelanjutan cerita rada geje ini menjadi semakiiiin indah.. *halah apa sih*
Gomawoyooooo~

27 September 2009

Proyek Dadakan ~ Hyun-In's Story

Huwaaaaaaa! Soooo exited to finishing this project!!! *lagi-lagi sok iye dalam berbahasa* Saya lagi bikin sebuah serial, yang digabung sama serial bikinan temen saya, Ai, berdasarkan percakapan super duper ngayal tingkat tinggi di sini dan di sini. Kalau serial Ai yang sebelumnya dan punya Anna pakai set Jepang, serial saya sama Ai yang sekarang set-nya Korea. Huwaaaa, tentu sajaaa didukung oleh kecintaan kami berdua pada para suami, KIM JONGHYUN dan LEE JINKI!!! *big applause*

Judulnya, NGGAK TAU. Kenapa nggak tau? Karena saya bingung ngasih judul apa. Kalau saya tau, sudah saya judulin dari dulu *yaiyalah, odoong!*. Tapi kalau cerita nggak dikasih judul kan bagaikan makan bakso tanpa mangkok, betul? Jadi saya kasih judul sementara, umm.. Hyun-In's Story, berhubung nama tokoh utamanya Hyun-In! http://emo.huhiho.com

Inilah cuplikan ceritanya~

"Kalau aku tidak bisa memiliki Hyun-In, maka kamu juga tidak..." desis Rae-Soo sambil menghunuskan sebilah pisau di hadapan Rae-Ri. Tubuhku menegang. Ya Tuhan!

"Ini adalah cara terakhir untuk mengenyahkanmu dari dunia ini, untuk menyingkirkan satu-satunya penghalang antara aku dan Hyun-In!!!" Rae-Soo mendekatkan pisau itu, hanya beberapa senti di depan hidung Rae-Ri.

"Kamu memang lelaki sempurna, Rae-Ri," ujar Rae-Soo sambil tersenyum kecil, senyum yang penuh luka, "tapi sayangnya kamu harus mati..." dalam hitungan detik, pisau itu mengarah cepat ke arah Rae-Ri. Aku ingin menjerit tapi lidahku kelu, suaraku tercekat. Aku menggenggam erat tangan Soo-Ki disampingku, berharap dengan itu waktu bisa terhenti dan aku sempat menarik Rae-Ri pergi dari situ!

Rae-Ri sanggup menangkis serangan Rae-Soo, tapi tidak lama. Rae-Soo berhasil melumpuhkan Rae-Ri untuk kesekian kalinya dalam pergelutan ini, dan kali ini Rae-Ri terdesak. "Staminanya tidak terlalu baik setelah kejadian kemarin," desah Ha-Ae cemas. "Lukanya belum sembuh. Aku khawatir dia tidak bisa bertahan..."

Kalimat itu sudah cukup untuk membuat petir serasa menyambar kepalaku. Tidak, aku tidak akan membiarkan Rae-Ri mati! Aku menoleh ke arah kejadian. Rae-Ri kali ini sudah benar-benar tidak berdaya. Hatiku hancur melihatnya. Air mataku mengalir deras... Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihatnya dalam keadaan seperti ini...

Tanpa pikir panjang aku berlari sekencang yang aku bisa, memeluk Rae-Ri tepat pada waktunya. Saat itu pisau di tangan Rae-Soo ditusukkan ke perutku. Ya, karena aku berada tepat di depan Rae-Ri dan terlambat bagi Rae-Soo menghentikan gerakannya. Aku merasakan perih yang amat sangat di bagian kanan perutku, kemudian cairan hangat merembes ke bajuku. Aku sempat menyentuhnya. Cairan berwarna merah pekat. Ini... darahku?

Rae-Ri meletakkan tubuhku di pangkuannya dan berteriak memanggil namaku. Lalu ada suara tangis yang pecah perlahan. Suara ketiga abangku dan pukulan-pukulan. Suara Rae-Soo--kalau aku tidak salah dengar. Teriakan-teriakan memanggil namaku. Siapa saja mereka, aku tak bisa mengenalinya. Mataku berat. Aku merasakan guncangan perlahan sebelum semuanya gelap..



Yah, ini sih bagian yang paling dramatis, hehehe. Saya ikutan ngerasa sakit juga, secara saya pakai kata ganti orang pertama, bukan ketiga seperti yang biasa saya lakukan. Okeh, sekian aja deh dari saya. Makasih, ditunggu komennya. Wassalam~ http://emo.huhiho.com

13 September 2009

Posting Borongan XD

Hwaaa~ Banyak sekali yang ingin saya ceritakan pada anda sekalian, saudara-saudara sebangsa dan setanah air Indonesia tanah air beta pusaka abadi nan jaya! Dan kebanyakan, berawalan kata AKHIRNYA!
Kenapa? Karena minggu-minggu terakhir ini penuh perjuangan buat saya *pret. huek. cuih. hatsiuh!*

AKHIRNYA yg pertama:
Berhasil beli novel The Sweetest Kick Off-nya Wiwien Wintarto! OU YEAAAAH! MySpace Novel ini sudah saya kejar-kejar sejak saya ke Bandung waktu itu, tapi yaah, karena keterbatasan fulus, akhirnya saya pendem dulu deh tu hasrat. Terus kemarin, waktu ke Togamas, langsung kalap. Beginilah saya kalo udah kehabisan stok novel, masuk toko buku matanya langsung gerayangan. Tadinya kalap beneran, gak sampe lima menit tangan udah penuh nyomotin:

  • 57 Detik by Ken Terate
  • Chocolate Marshmallow by Ken Terate
  • Separuh Bintang by Eveline Kartika
  • The Sweetest Kick Off by Wiwien Wintarto (yg akhirnya dibeli beneran)
  • Ratu Preman by Primadonna Angela
  • Uglyphobia by... Siapa ya? Ouh saya lupa.
  • Topsy-Turvy Lady by... Ndak tau lah!
  • Smash by... cari sendiri deh~
Perlu diingat bahwa novel-novel diatas berharga diatas 30.000 semua. Bunda ngamuk liatnya, dan memutuskan dengan sepihak cuma beli satu novel aja! Hyaaa, dengan pandangan mata terkulai lemah dan ketidakberdayaan menghadapi keganasan nyokap *bahasa paling najong seabad-abad*, ketujuh novel itu saya kembalikan dengan asal. Yang dikekepin cuma satu, soalnya saya emang paling ngebet sama satu ini. Wow, ceritanya keren loh! \(^0^)/ Baca deh!

well, lanjut. AKHIRNYA yang kedua:
AKHIRNYA saya tahu bahwa mereka berdua pacaran! KYAAAA! *teriakan sarat napsu ingin membunuh* MySpace
Patah hati? YAIYALAH! Sedih? NGGAK USAH NANYA!
Mau sok nggak ambil pusing juga susah, saya cuma pinter akting di depan. Nggak ada yang tahu, dibelakang saya nangis bombay berember-ember!

AKHIRNYA yg ketiga:
AKHIRNYA dapet award lagi! Dari neng Anna! Makasih ya neng! Biar page sayah rame, banyak warna warnanya, hohoho *ndeso mode on*
Dua sekaligus! Dooh, emang baiknya ga tulung-tulung ni anak! Makasih ya sayang! MySpace

Ini dia awardnya:

dan yang satunya:


Untuk PR-nya, silahkan lihat sendiri di blognya bu Anna karena saya males mampangnya. Hoho. MySpace

Saya berikan award ini untuk:
  1. Bibi
  2. Mbak Ajeng
  3. Kak Steph
  4. Mbak Henny
  5. Kak Anas
  6. Anind
  7. Anna
  8. Nina
  9. Muthya
  10. i-O!
Maaf ga sama link-nya. males tau ngetiknya!

Nah, ini satu perintah lagi:

1. Juragan Jengkol Menuntut Balas
2. Cilpilicious
3. Anind
4. Bojes
5. Andin
6. Gitta
7. Yuki026
8. Ndha
9. Atsuko-Chan
10. Anna-chan

Ndak tau apa maksudnya, saya ikutin ajalah MySpace

AKHIRNYA yg selanjutnya:
Cerpen saya yang buat lomba kedua jadi. AKHIRNYA! Judulnya Aleen Je, bahasa Belanda yang artinya Hanya Kamu. Saya pakai setting di Bandung, sepuluh halaman, boook! Doakan ya, doakan, doakan, doakaaan! HADIAHNYA EMPAT JUTA CUUUY!

AKHIRNYA yg lain:
AKHIRNYA posting borongan ini selesai juga. Saya udah dikejar-kejar sama nyokap yang cantik disuruh mandi dan mau potong rambut. Huuuuft~ Semoga dengan ini permasalahan rambut rontok akut saya bisa terselesaikaaaan! Okay, sekian dulu dari saya. Kalau ada kata-kata yg salah ketik, saya minta maaf *tumben*. Udah dulu yaaaa, calamikum ^^

Bonus Pin Up: generasi KIM! (Kim Bum *suamikuuu*, Kim So Eun, Kim Hyun Joong, Kim Ki Bum SuJu, Kim Kibum SHINee aka Key, Kim Joon.. ada yg punya Kim lainnya?)





SIP! ^^ I looooove them sooooooo much!

25 April 2009

pamer pameeeeeer...

Tadi pagi, habis shalat Shubuh, saya tidur lagi ketiduran. Bangun-bangun jam delapan, shock melihat rumah kosong.

Astaga.

Serumah pergi dan SAYA DITINGGALIN!?

Oho, ternyata pada pergi ke cafe punya sepupu saya, yang terletak di bilangan Cibeunying Utara. Baiklah.. Nggak apa-apa sekali-kali jaga rumah, hari Sabtu ini... Akhirnya, saya sarapan (sendirian), mandi, terus... bengong

Saya lagi nggak mut nonton tivi, dan karena ke-nggak mut-an itu saya jadi makin mati gaya. Nggak inget sama sekali ada si Cepi (laptop saya) yang menunggu saya melanjutkan project nulis. Setelah memutar otak, akhirnya saya putusin beres-beres rak novel aja. Hmm, good idea, L.

i-WAW! Rak novel saya benar-benar sangat super duper berantakan sekali... Sayangnya, banyak buku yang udah pada kumel. Ada yang keriting malahan. Hiks, pedih rasanya. Akhirnya demi menyelamatkan novel-novel yang masih utuh, saya tata ulang. Yang masih pada bagus saya simpen di atas, dirapih-rapihin, yang udah kucel turun pangkat ke bawah. Novel kesukaan saya disimpen di tempat strategis biar gampang ngambilnya.

Saya juga nemuin beberapa buku jadul yang keselip, diantaranya:

Novelnya masih lumayan bagus, biarpun halamannya udah kuning-kuning gitu deh. Nah, sekarang, saya mau "sedikit" pamer, nunjukkin sebagian koleksi novel saya yang paling saya sayang... (Nggak seratus persen punya saya sih, yah sekitar 35% punya makhluk-makhluk asing dan nyasar di rak saya. Tapi berhubung udah tumplek blek di rak punya saya alhasil saya akui saja. Bwahaha~)

Ini karangan Kak Steph semua lhooo~ saya baru punya tiga, bukunya yg paling baru SUSAH banget dicarinya.. tapi.. pasti dapet!

ini novel saya yg paling eksklusif, kalo sampe rusak.. SAYA MURKA!

ini adalah koleksi Lingkar Pena kesayangan saya. Sebetulnya masih banyak, tapi yang paling rajin saya baca yang ini. Belakangan saya emang sering baca buku-buku beginian, tapi terus rehat sejenak karena otak saya keplepekan.

Yah, sekian saja acara pamer-cover-buku saya, sepertinya tempatnya sudah nggak cukup kalau saya paksakan masukin lagi. Saya lagi kepingin beli buku nih, ada yang bisa kasih ide nggak saya mesti beli buku apa?

29 Maret 2009

the problem about HAPE and my CERPEN!!!

haaaaalooooo!! ihihi, senangnya bisa kembali bercuap" heboh disiniii! hohoho..

kali ini, saya mau curhat tentang sebuah masalah yang bikin Bunda saya ribuuuuuuut banget belakangan ini. Emm, sebenernya sih karna sayanya yang ribut duluan, ehehe... ;)

jadi begini, saya tuh kepengeeeeeeeen banget beli hp baru. asumsi sementara: aplikasi donlotan suka macet! tapi saya rasa segitu doang mah gak bakal bisa meluluhkan hati Bunda sama Ayah untuk ngebeliin yang baru. Masa musti dirusak beneran? Cari mati, mamen! Sebenernya Hp saya sekarang nggak jelek-jelek amat, bagus malah *jah*. Tapi tetep aja, mupeng amit-amit tiap liat hp Nokia 5800 Xpress Music sama Blackberry Bold!!!!!!! omegat...

Nah, saya yang emang ngidam tu hp nggak ada abisnya ngerayu ortu. Bukannya mengiyakan, Bunda malah memberi saya petuah sakti yang nggak mungkin saya tolak, secara Bunda pinter banget bikin saya mingkem *satu hal yang bikin saya sebel*.
katanya: "Makanya, kirim tuh cerpen-cerpen! Jangan mendekam di laptop aja! Nanti kalo udah dapet honor, tabung, lama-lama kan cukup buat ganti hp sendiri!"

BUNDAAAAAA!!! harga hapenya kalo ditotal sebelas jeti getoooo!

Tapi sebenernya, saya akui petuah sakti itu ada benernya. Saya, dari kelas empat SD udah doyan banget yang namanya bikin-bikin cerita. mulai dari cerita simple kehidupan anak SD, sampe sekarang tentang remaja. Semuanya dimulai ketika umur saya masih dua setengah tahun, dan saat itu saya udah khatam banget baca koran. *bukannya mau nyombong lho! This is real! Fact!* dari situ, saya hobiiiii banget ngritik hasil karya orang *dasar bandel!*. dari situ pula, saya jadi kritikus andal. inilah salah satu potongan dialognya yang saya ingat, dimana NYATA banget bakat saya memprotes hasil karya orang. (setting: sekitar empat atau lima tahun lalu)

Suatu hari Minggu yang indah, saya lagi husu baca koran Percil ditemenin Bunda yang husu juga nonton tipi. Saya baca salah satu cerpen. Setelah itu...

Saya: "Bunda, liat deh. Masa nama orang kok ditulisnya pake huruf kecil?"
Bunda: "Salah ketik kali, nggak apa-apa salah dikit."
Saya: "Terus Bun, manfaat kok ditulisnya gara-gara? Kan gara-gara itu untuk yang jelek!"
Bunda: "Emang harusnya apa?"
Saya: "Berkat, karena, atau apalah yang artinya bagus!"
Bunda diam, mungkin kagum pada putrinya yang pinter dan begitu kritis serta sangat akurat dalam berkomentar. mwahaha~ MySpace
Saya: "Bun, kenapa disini kalimatnya campuraduk ya?"
Bunda: "Campuraduk gimana?"
Saya: "Sebelah sini ngomongnya tidak, tapi disini ngomongnya enggak. Padahal satu kalimat. Dibacanya kan jadi aneh."
Bunda diam lagi, asli, kayaknya takjub banget deh tuh. Kelas empat SD ngomong udah paten mamen!
Setelah melontarkan banyak banget pertanyaan, Bunda capek jawabnya. Bunda bilang: "Kenapa nggak bikin cerpen sendiri aja?"
Hmm, good idea, kata saya saat itu. Saya coba bikin, kata Bunda bagus. Saya coba bikin lebih banyak lagi dan saya kasih ke anaknya temen Bunda yang kesengsem sama cerita saya *ahahaha MySpace*. Saya makin rajin bikin cerita, tapi dengan nyaman tetap bernaung di komputer Ayah tanpa pernah diprint atau dipikirkan untuk dikirim *setelah saya punya laptop sendiri, saya pindahin deh semua file-nya*.

Kelas dua SMP...
Saya bersama kedua sohib setia saya nyoba-nyoba menyatukan tiga cerita bikinan kita masing-masing, jadi satu novel. Saya udah bikin sampe sebelas part, tapi yang kecetak baru enam, hehehe. Komentar anak-anak sih bagus *bangga rasanya MySpace*. terus saya bikin lagi satu cerpen, kata mereka juga bagus. Mereka ngusulin untuk dikirim dan.. ITULAH MASALAHNYA! Saya selalu mengalami krisis kepercayaan diri akut untuk memikirkan hal tersebut. Padahal, untungnya lumayan juga kan?

Satu masalah lagi. kali ini paling penting, menurut saya. Saya tiap bikin (niatnya sih) cerpen, pasti temanya bercabang kemana-mana. Satu tema sederhana bisa membludak banget idenya. Alhasil, saya jadi kebingungan menyortir ide-ide overdosis itu, dan jadi ogah diterusin. Aduh, problem banget siy?

Pada intinya, buat SIAPAPUN yang merasa BACA blog ini, please... please.. please.. setengah mati saya mohon untuk ngasih saya saran BAGAIMANAKAH CARANYA biar saya bisa mewujudkan dua ambisi saya. pertama: beli hp pake duit sendiri dengan jalan lewat tulisan, kedua: mengatasi krisis kepercayaan diri yang menyusutkan seluruh keberanian saya sampe ke akar-akarnya!

tolong yaaaaa.... yayaya? MySpace trims sebelumnya! buat yang baik hati, tidak sombong, rajin menabung dan selalu menolong sesama, saya doain deh tiap solat! *yang baik-baik lah pastinya..* ohohoho~ alim ceritanya..

makasihhhh!!!! muahmuahmuah! MySpace hahai~

..kunjungan para tetangga..